Dewasa ini, asuransi marak diminati oleh masyarakat dari berbagai kalangan lantaran dapat memberikan rasa aman dari berbagai risiko finansial atas kejadian tidak terduga. Namun beberapa unsur dalam asuransi membuat sebagian masyarakat muslim menjadi cemas. Apakah asuransi riba atau tidak kemudian menjadi hal yang dipertanyakan. Oleh karena itu, simak ulasan berikut untuk mengetahui hukumnya.
Pendapat Ulama Tentang Asuransi
Karena bentuk transaksi berupa asuransi baru muncul sekitar abad ke-13 atau ke-14, tidak ada ditemukan pembahasannya dalam fiqh klasik. Dan di dalam Al-Qur’an serta Hadits, ketentuan mengenai asuransi tidak diatur secara eksplisit. Sehingga bidangnya masuk ke ijtihad, yaitu masih diperlukan peranan ulama ahli fiqh untuk menentukan hukumnya apakah haram atau halal.
Dan secara garis besar, terdapat empat macam pandangan ulama dan cendikiawan muslim mengenai hukum asuransi tersebut. Ada yang berpendapat bahwa asuransi haram, halal, syubhat, atau halal namun dengan catatan. Tentunya ada landasan yang membuat para ulama berpikir demikian. Berikut masing masing penjelasannya.
1. Haram
 Ulama yang berpendapat apakah asuransi riba mengkategorikan transaksi tersebut ke dalam hukum haram. Itu karena asuransi mengandung unsur perjudian yang jelas dilarang dalam Islam. Bahkan asuransi mengandung unsur ketidakpastian, eksploitasi yang bersifat menekan, dan termasuk jual beli mata uang secara tidak tunai.
2. Halal
Meski ada yang berpendapat bahwa asuransi haram, namun ada juga sebagian ulama yang berpendapat bahwa hukumnya halal atau diperbolehkan. Menurut pandangan ini, asuransi diperbolehkan dengan alasan tidak ada ketentuan di dalam Al-Qur’an maupun Hadits yang melarang. Dan asuransi dilakukan dengan kesepakatan keuntungan bagi kedua belah pihak.
Selain itu, kemaslahatan dari usaha asuransi dinilai jauh lebih besar dibandingkan mudharatnya. Dan akad mudharat pada transaksi tersebut roboh atas dasar profit dan loss sharing. Bahkan, asuransi dimasukkan ke dalam kategori koperasi (syirkah ta’awuniyah) bagi para ulama yang berpendapat hukumnya halal.
3. Halal dengan Catatan
Selain pandangan bahwa asuransi halal, pertanyaan apakah asuransi riba juga memunculkan pandangan hukum halal dengan catatan. Jadi asuransi tidak sepenuhnya halal, melainkan diperbolehkan apabila memenuhi ketentuan tertentu. Yakni asuransi yang bersifat sosial, sementara asuransi bersifat komersil tidak diizinkan.
4. Syubhat
Berikutnya ada pandangan ulama mengenai hukum syubhat asuransi. Itu karena tidak ada dalil yang menghalalkan bentuk transaksi tersebut. Jadi umat muslim harus berhati hati dalam berhubungan dengan asuransi. Keraguan ini hadir dengan alasan khawatir bahwa asuransi mengandung unsur seperti riba, gharar (ketidakpastian), maysir (perjudian), dan komersial.
Konsep Asuransi Syariah
Sebagai solusi agar umat muslim tidak khawatir dalam menggunakan produk asuransi, muncul konsep asuransi syariah. Asuransi Islam ini lahir di Sudan sejak tahun 1979, yang kemudian diikuti di negara mayoritas muslim seperti Indonesia. Dimana produk asuransi seperti ini dinilai dapat menghilangkan kekhawatiran apakah asuransi riba atau tidak.
Landasan berdirinya konsep asuransi syariah adalah penghayatan terhadap kerjasama, semangat saling bertanggung jawab, dan perlindungan dalam kegiatan masyarakat, demi mencapai kesejahteraan umat. Konsep utamanya yaitu kerjasama dan perlindungan, yaitu bersama sama berikhtiar memberikan perlindungan dari berbagai macam risiko.
Prinsip Prinsip Asuransi Syariah
1. Saling Bekerjasama untuk Bantu Membantu
Dalam kehidupan bermasyarakat, umat muslim diperintahkan untuk menanamkan nilai tolong menolong pada kebajikan dan takwa. Jadi kekayaan yang dimiliki sebaiknya digunakan untuk saling membantu bagi orang yang mengalami kesulitan, entah karena musibah atau risiko lainnya. Dimana asuransi dijalankan dengan berlandaskan prinsip tersebut.
Dimana para peserta asuransi telah sepakat saling menjamin dan berbagi kemampuan mengantisipasi risiko tertentu. Inilah yang menjadi perbedaan mendasar antara asuransi syariah dan konvensional. Karena dengan prinsip tersebut, perusahaan asuransi memiliki posisi hanya sebatas pengelola dana. Sebab risiko yang dilindungi bukan ditransfer ke penyedia asuransi layaknya pada sistem konvensional.

2. Bebas dari 5 Unsur
Jika anda bertanya apakah asuransi riba, perlu diketahui bahwa asuransi syariah memiliki prinsip terbebas dari 5 unsur. Yaitu yang pertama riba, karena prinsip tolong menolong atau saling bekerjasama yang dimiliki secara otomatis mengeliminasi praktik riba. Kemudian yang kedua adalah riswayah, yakni pemberian yang ditujukan untuk mengambil sesuatu yang bukan haknya seperti suap.
Ketiga, asuransi syariah bebas dari unsur gharar atau ketidakpastian dalam transaksi. Karena pada produk asuransi syariah, sudah jelas kapan anda akan menerima manfaat dan berapa lama harus membayar kontribusi. Keempat, bebas dari unsur maysir atau spekulasi. Dan kelima, bebas dari unsur ketidakjujuran atau penipuan.
3. Prinsip Operasional Asuransi Syariah
Manusia memang senantiasa dihadapkan pada kemungkinan terjadi bencana dan malapetaka selama hidup di dunia. Dimana semua bencana tersebut adalah qadha dan qadhar Allah SWT. Akan tetapi, setiap muslim diwajibkan untuk melakukan ikhtiar dalam memperkecil risiko yang ditimbulkan oleh bencana atau malapetaka tersebut.
Dan asuransi bukan memastikan agar suatu musibah tidak terjadi, melainkan mengantisipasi risiko dan nilai kerugian yang mungkin terjadi. Contohnya pada produk asuransi jiwa, ketika ayah yang merupakan tulang punggung keluarga meninggal, maka akan muncul kerugian biaya pada istri dan anak yang ditinggalkan. Namun dengan asuransi, setidaknya risiko kerugian tersebut dapat diminimalisir.
Akad Asuransi Syariah
1. Akad Tabbaru’
Akad yang dilakukan dalam asuransi syariah dapat menjawab apakah asuransi riba atau tidak. Pertama, ada akad tabbaru’, yaitu akad hibah dalam bentuk pemberian dana dari satu peserta dengan tujuan tolong menolong di antara sesama peserta. Jadi tujuannya memang bukan untuk kepentingan komersial. Contohnya ada peserta yang meninggal dunia, maka santunan asuransi diberikan dari dana tabbaru.
2. Akad Tijarah
Selain akad tabbaru’, ada akad tijarah. Akad tijarah adalah akad di antara peserta asuransi dengan perusahaan asuransi. Dimana perusahaan diberikan kuasa oleh para peserta sebagai wakil untuk mengelola dana tabbaru’ atau dana investasi. Untuk peran tersebut, nantinya perusahaan asuransi akan mendapat imbalan berupa ujrah atau fee.Â
Dan berapa besar fee tersebut umumnya akan secara langsung dijelaskan ketika peserta hendak membeli polis, jadi sifatnya memang transparan. Oleh karena itu, apabila anda membeli produk asuransi syariah dan belum mendapat penjelasan akan hal tersebut. Maka jangan ragu untuk menanyakannya pada agen asuransi terkait.
Fatwa MUI Tentang Asuransi Syariah
Dalam fatwa Desan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), ditetapkan bahwa asuransi syariah merupakan usaha saling melindungi serta tolong menolong melalui investasi dalam bentuk aset. Yang praktiknya memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai syariah Islam.
Jadi perusahaan asuransi yang mengelola dana nasabah wajib berlandaskan pada prinsip syariah tersebut. Tidak mengandung riba, ketidakpastian, perjudian, dan barang yang terkandung maksiat di dalamnya. Selama asuransi dijalankan berdasarkan prinsip tersebut, maka hukumnya halal sesuai fatwa para ulama MUI.
Demikian penjelasan mengenai asuransi apakah riba atau tidak. Anda bisa memilih untuk membeli produk asuransi syariah yang hukumnya telah dinyatakan halal. Di lain sisi, proteksi terhadap risiko finansial juga dapat anda lakukan dengan cara lain. Seperti menabung, menyiapkan dana darurat, dan investasi syariah lainnya.